Cerita Rakyat




Kisah Dara Juanti
Sintang,Kalimantan Barat

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjJW9OoIcpzGWij1HJRkfDaGr6DIlWxIKu_g-Rd8CIVFb1dChTtzW9S_cpgM89j9wwUR2p5Omr82zZQGv0h2S0iKTs1YIFgcS1nxSOAF35rJD6niCCr0uMFfdkPloTosRQBgYeGxa-ZlWY/s200/vdd.jpg

Dara Juanti adalah seorang gadis Dayak yang cantik dijamannya. Kecantikannya membuat orang menjulukinya Dewi. Saudara laki-lakinya bernama Demong Nutup atau Jubair II. Jubair II merantau ke pulau Jawa. Kepergiannya inilah yang menyebabkan kerajaan Sintang di pimpin oleh Dara Juanti, seorang wanita. Setelah lama kepergian sang kakak membuat Dara Juanti rindu ingin bertemu. Apa lagi selama merantau di Jawa Demong Nutup tidak pernah memberi berita kepada adiknya Dara Juanti. Dara Juanti pun berencana berlayar kepulau Jawa untuk menjenguk saudaranya tersebut. Ia mengadakan perundingan dengan pasukannya tentang rencananya tersebut, dalam perundingan tersebut pasukan dipimpin langsung oleh Dara Juanti dan ia harus menyamar seperti seorang lelaki.

Entah bagaimana, berita keberangkatan Dara Juanti ke pulau Jawa terdengar oleh Damong Nutup. Tertawannya Damong Nutup (Jubair II) disinyalir oleh Dara Juanti. Konon setiap kapal pendatang, berlabuh di daerah Mojopahit, pasti menjadi makanan empuk Kerajaan Mojopahit. Setiap pendatang selalu menjadi tawanan Mojopahit. Mojopahit mempunyai cara licik, memasukan setiap pendatang kedalam perangkap tawanan. Ia selalu memerintahkan petugas khusus, meletakan kura-kura buatan dari emas. Seekor diletakan diburitan kapal dan seekor dihaluan. Kura-kura ini biasanya diletakan pada malam hari waktu orang-orang lagi tidur. Waktu pagi hari petugas Mojopahit pun melakukan pengeledahan kapal pendatang. Apabila ditemukan kura-kura dalam kapal pendatang, maka pendatang tersebut dituduh mencuri kura-kura kepunyaan raja Mojopahit. Bunyi canang/gong bertalu-talu memberi isyarat menangkap anak buah dan seluruh penumpang kapal pendatang.

Berita ini di olah matang-matang oleh Dara Juanti. Akhirnya ditemukan suatu kesimpulan apabila memasuki wilayah kekuasaan Mojopahit, Dara Juanti memerintahkan seluruh anak buahnya : “KALAU TELAH MALAM, SELURUH PENUMPANG HARUS BERJAGA-JAGA. BERPURA-PURA TIDUR. BILAMANA PETUGAS MOJOPAHIT MELETAKAN KURA-KURA EMASNYA, SEGERA BANGUN DAN MELEBUR KURA-KURA ITU”. Benar apa yang terjadi ketika memasuki pelabuhan Mojopahit petugas khusus meletakan kura-kura raja di dalam Kapal Dara Juanti. Pasukan Dara Juanti pun segera mengerjakan perintahnya. Kura-kura emas itu telah dilebur menjadi emas, alu emas, lesung emas, niru dan tikar emas. Keesokan paginya canang raja Mojopahit berbunyi, petugas mencari kura-kura emas. Mereka dating menuju kapal Dara Juanti. Mereka turun dengan berani dan menuduh tegas, bahwa tamu telah mencuri kura-kura emas, raja Mojopahit. Dara Juanti menegor : “Kalian harus memanggil raja Mojopahit, kita harus mengadakan perjanjian sebelum kamu mencari kura-kuramu itu”. Lalu raja diundang datang untuk mengadakan perjanjian.

Dara Juanti berkata: “Jika kamu tidak mendapat kura-kuramu itu, haruslah kamu melepaskan seluruh tawanan bagi kami”. Setelah menyetujui perjanjian lisan ini, mulailah petugas raja Mojopahit mencari dengan semangat. Dari segala penjuru dibongkar satu persatu, tak kunjung jua ditemukan kura-kura emasnya. Sampai putus asalah seluruh petugas. Tanpa komentar, raja Mojopahit memerintahkan melepaskan semua tawanannya. Domang Nutup (Jubair) pun ikut dilepaskan. Memang itulah tujuan utama Dara Juanti.


Domang Nutup (Jubair II) diundang masuk kejong Dara Juanti. Domang Nutup (Jubair II) tercengang melihat atau memandang muka Dara Juanti. Bukankah itu adalah satu wajah yang tak asing baginya ? Namun yang ia tahu hanya wajah itu adalah wajah seorang wanita wanita. Domang Nutup bertanya-tanya , mengapa ia berpakaian lelaki? Pandangan tajam kearah Dara Juanti membuka tabir rahasia. “Aku inilah Dara Juanti , adik mu” kata Dara Juanti kepada Domang Nutup (Jubair II). Pertemuan yang sangat mesra dan mengharukan tergoreslah dalam sejarah kedua kakak beradik yang telah lama terpisah tanpa berita.

Pertemuan mesra dan bersejarah itu turut disaksikan oleh seorang pemuda Mojopahit, bernama Patih Logender. Ia pun sangat terpesona dengan paras Dara Juanti sang Gadis Dayak tersebut. Raut muka, kembar dengan perlakuan manis, telah mengoncang rasa ingin mengenal lebih jauh Dara Juanti. Rombongan Dara Juanti pun memperpanjang waktu, berfoya-foya, berpesta-pesta serta beramah tamah dengan penduduk Mojopahit. Gembira dengan lepasnya Domang Nutup (Jubair II) dari tawanan. Kesempatan yang agak lama, telah memberi peluang untuk menjalin cinta antara pemuda Mojopahit dengan Dewi Kalimantan Barat tersebut.

Kembalinya rombongan Dara Juanti terselip dua orang penting bagi Dara Juanti. Patih Logender bersama abangnya Domang Nutup (Jubair II) turut menuju Kalimantan Barat, untuk mensyahkan pernikahannya menurut adap Dayak. Pernikahan mudah disyahkan, dengan syarat, Patih Logender harus membawa dua belas perinduk (keluarga) sebagai bukti hantaran. Patih Logender telah mengusahakannya dan berhasil.

Kedua belas perinduk ini telah dipersembahkan sebagai harta hantaran. Mereka telah berdiam dikaki Gunung Kelam (Bukit Kelam-Sintang). Mereka telah berkembang biak, membentuk satu suku yang disebut Suku LEBANG NADO. Mereka membawa bibit-bibit tanaman seperti cabe,lada,dll. Keahlian menenunpun masih tetap dikerjakan hingga sekarang ini. Mereka pandai menenun kain seperti sumbu lampu, dijadikan pakaian kebaya tahan dipakai untuk bekerja tani. Patih Logender meninggalkan sebuah keris, yang disebut keris Mojopahit oleh penduduk lokal dan sekeping tanah disebut juga tanah Mojopahit. Sehelai kain cindai, disebut Gerising Wayang. Ukiran burung Garuda, tak beda dengan gambar burung Garuda lambang kebanggaan bangsa Indonesia. Semuanya masih tersimpan dan diurus oleh Direktorat Kebudayaan Kabupaten Sintang. Kecuali keris Mojopahit yang bertatah intan, telah diambil Jepang dijaman Jayanya di Indonesia.

Disamping kraton Sintang, terdapat sebuah batu, berbentuk bulat panjang. Satu lambang kesuburan disebut batu “KUNDUR”



Legenda Sungai Landak




Dahulu kala, hidup seorang petani bersama isterinya. Walaupun tidak kaya, mereka suka menolong orang lain.

Suatu malam, petani sedang duduk di tempat tidur. Di sampingnya, isterinya sudah terlelap. Tiba-tiba ia dikejutkan oleh seekor kelabang putih yang muncul dari kepala isterinya. Kelabang putih itu berjalan meninggalkan rumah petani. Petani itu mengikutinya hingga tiba di sebuah kolam tak jauh dari rumah mereka. Kelabang itu lalu menghilang. Petani lalu berjalan pulang. Isterinya masih pulas.
Esok paginya, isteri petani menceritakan mimpinya semalam. “Aku sedang berjalan di padang rumput, dan ada sebuah danau di sana. Aku melihat seekor landak raksasa di dalam danau itu. Ia melotot kepadaku, maka aku lari.”
Petani itu lalu pergi lagi ke kolam. Di dalamnya ia melihat suatu benda yang berkilau. Ia mengambilnya, ternyata sebuah patung landak dari emas. Patung itu sangat indah, matanya dari berlian. Petani membawanya pulang.
Malam harinya, petani didatangi seekor landak raksasa dalam mimpinya. “Ijinkan aku tinggal di rumahmu. Sebagai balasannya, aku akan memberikan apa saja yang kau minta.”
Landak itu mengajarkan untuk mengusap kepala patung landak emas dan mengucapkan kalimat untuk meminta sesuatu. Jika yang diminta sudah cukup, petani harus mengucapkan kalimat untuk menghentikannya.
Petani menceritakan mimpinya kepada isterinya. Mereka ingin membuktikan mimpi itu. Petani mengusap kepala patung dan mengucapkan kalimat permintaan. Ia meminta beras. Seketika dari mulut patung keluarlah beras! Beras itu terus mengalir keluar hingga banyak sekali. Petani segera mengucapkan kalimat kedua dan beras berhenti keluar dari mulut patung landak.
Mereka berdua kemudian meminta berbagai benda yang mereka butuhkan. Mereka menjadi sangat kaya. Namun mereka tetap tidak sombong dan makin gemar menolong. Banyak orang datang untuk meminta tolong.
Seorang pencuri mengetahui rahasia patung landak. Ia berpura-pura minta tolong dan mencuri patung itu. Pencuri membawa patung itu pulang. Desanya sedang dilanda kekeringan. Pencuri mengatakan kepada tetangga-tetangganya bahwa ia dapat mendatangkan air untuk kampung mereka.
Pencuri memohon air sambil mengusap kepala patung dan mengucapkan kalimat permintaan. Air keluar dari mulut patung. Penduduk desa itu sangat senang. Tak lama kemudian, air yang keluar sudah mencukupi kebutuhan penduduk desa, namun terus mengalir sehingga terjadi banjir. Pencuri itu tidak tahu bagaimana menghentikan air yang keluar dari patung. Penduduk desa lari menyelamatkan diri ke tempat yang lebih tinggi.


Pencuri juga ingin menyelamatkan diri, namun tidak bisa menggerakkan kakinya. Ia melihat seekor landak raksasa memegangi kakinya. Akhirnya ia tenggelam dalam air yang makin lama makin tinggi. Air itu kemudian membentuk sungai yang disebut sungai Landak.






Kisah “Mak Kasum” dalam Sejarah Bubur Padas

Pada zaman dahulu hiduplah seorang raja yang sangat kaya memimpin sebuah kerajaan di Sambas. Raja tersebut memiliki banyak pengawal dan pembantu di istana kerajaannya. Suatu hari, raja mengalami suatu kesakitan dan harus terbaring di kamarnya. Nafsu makan sang raja dengan seketika menurun bahkan menghilang. Semua penduduk istana sangat mengkhawatirkan kesehatan raja karena tidak memiliki nafsu makan. Karena peristiwa itu, sang raja memerintahkan seorang pembantu yang bertugas sebagai juru masak kerajaan untuk membuat makanan untuk dirinya. Pembantu tersebut kemudian meracik beras dan sayur-mayur untuk dijadikan makanan dan obat untuk raja. Selesai mengolah semua bahan makanan, pembantu tersebut dengan segera menyerahkan hasil masakannya kepada raja. Tak disangka, raja dengan lahap menyantap racikan makanan dari sang pembantu. Selesai menghabiskan makanan, raja menyuruh pengawalnya untuk memanggil pembatu yang telah berhasil membuatkan makanan yang sangat enak untuk raja. Pembantu tersebut kemudian menghadap raja. “Ada apa gerangan raja memanggil saya?” tanya pembantu tersebut. Raja kemudian menanyakan kepada pembantu tersebut tentang sebuah daun yang dirasakan raja sangat khas dan enak saat menyantap masakannya. “Daun apakah yang kau gunakan dalam masakan itu sehingga masakan tersebut bisa mengembalikan nafsu makanku?” tanya raja. Hamba menemukan tanaman tersebut di pekarangan istana ini, tetapi hamba tidak mengetahui apa nama tanaman tersebut,” jawab pembantu. Kemudian, raja menanyakan nama pembantunya tersebut. “Siapa namamu wahai pembantu?” tanya raja. Nama hamba Kasum, biasa orang-orang memanggil hamba dengan Mak Kasum,” jelas pembantu. Mendengar jawaban tersebut, sang raja kemudian memberi nama daun khas tersebut dengan daun kasum sesuai dengan nama “Mak Kasum”— seorang pembantu raja yang telah menggunakan daun ini sebagai bahan makanan untuknya.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar