Kisah Dara
Juanti
Sintang,Kalimantan
Barat
Dara Juanti adalah seorang gadis Dayak yang cantik
dijamannya. Kecantikannya membuat orang menjulukinya Dewi. Saudara laki-lakinya
bernama Demong Nutup atau Jubair II. Jubair II merantau ke pulau Jawa.
Kepergiannya inilah yang menyebabkan kerajaan Sintang di pimpin oleh Dara
Juanti, seorang wanita. Setelah lama kepergian sang kakak membuat Dara Juanti
rindu ingin bertemu. Apa lagi selama merantau di Jawa Demong Nutup tidak pernah
memberi berita kepada adiknya Dara Juanti. Dara Juanti pun berencana berlayar
kepulau Jawa untuk menjenguk saudaranya tersebut. Ia mengadakan perundingan
dengan pasukannya tentang rencananya tersebut, dalam perundingan tersebut
pasukan dipimpin langsung oleh Dara Juanti dan ia harus menyamar seperti
seorang lelaki.
Entah bagaimana, berita keberangkatan Dara Juanti ke pulau Jawa terdengar oleh Damong Nutup. Tertawannya Damong Nutup (Jubair II) disinyalir oleh Dara Juanti. Konon setiap kapal pendatang, berlabuh di daerah Mojopahit, pasti menjadi makanan empuk Kerajaan Mojopahit. Setiap pendatang selalu menjadi tawanan Mojopahit. Mojopahit mempunyai cara licik, memasukan setiap pendatang kedalam perangkap tawanan. Ia selalu memerintahkan petugas khusus, meletakan kura-kura buatan dari emas. Seekor diletakan diburitan kapal dan seekor dihaluan. Kura-kura ini biasanya diletakan pada malam hari waktu orang-orang lagi tidur. Waktu pagi hari petugas Mojopahit pun melakukan pengeledahan kapal pendatang. Apabila ditemukan kura-kura dalam kapal pendatang, maka pendatang tersebut dituduh mencuri kura-kura kepunyaan raja Mojopahit. Bunyi canang/gong bertalu-talu memberi isyarat menangkap anak buah dan seluruh penumpang kapal pendatang.
Berita ini di olah matang-matang oleh Dara Juanti. Akhirnya ditemukan suatu kesimpulan apabila memasuki wilayah kekuasaan Mojopahit, Dara Juanti memerintahkan seluruh anak buahnya : “KALAU TELAH MALAM, SELURUH PENUMPANG HARUS BERJAGA-JAGA. BERPURA-PURA TIDUR. BILAMANA PETUGAS MOJOPAHIT MELETAKAN KURA-KURA EMASNYA, SEGERA BANGUN DAN MELEBUR KURA-KURA ITU”. Benar apa yang terjadi ketika memasuki pelabuhan Mojopahit petugas khusus meletakan kura-kura raja di dalam Kapal Dara Juanti. Pasukan Dara Juanti pun segera mengerjakan perintahnya. Kura-kura emas itu telah dilebur menjadi emas, alu emas, lesung emas, niru dan tikar emas. Keesokan paginya canang raja Mojopahit berbunyi, petugas mencari kura-kura emas. Mereka dating menuju kapal Dara Juanti. Mereka turun dengan berani dan menuduh tegas, bahwa tamu telah mencuri kura-kura emas, raja Mojopahit. Dara Juanti menegor : “Kalian harus memanggil raja Mojopahit, kita harus mengadakan perjanjian sebelum kamu mencari kura-kuramu itu”. Lalu raja diundang datang untuk mengadakan perjanjian.
Dara Juanti berkata: “Jika kamu tidak mendapat kura-kuramu itu, haruslah kamu melepaskan seluruh tawanan bagi kami”. Setelah menyetujui perjanjian lisan ini, mulailah petugas raja Mojopahit mencari dengan semangat. Dari segala penjuru dibongkar satu persatu, tak kunjung jua ditemukan kura-kura emasnya. Sampai putus asalah seluruh petugas. Tanpa komentar, raja Mojopahit memerintahkan melepaskan semua tawanannya. Domang Nutup (Jubair) pun ikut dilepaskan. Memang itulah tujuan utama Dara Juanti.
Domang Nutup (Jubair II) diundang masuk kejong Dara Juanti. Domang Nutup
(Jubair II) tercengang melihat atau memandang muka Dara Juanti. Bukankah itu
adalah satu wajah yang tak asing baginya ? Namun yang ia tahu hanya wajah itu
adalah wajah seorang wanita wanita. Domang Nutup bertanya-tanya , mengapa ia
berpakaian lelaki? Pandangan tajam kearah Dara Juanti membuka tabir rahasia.
“Aku inilah Dara Juanti , adik mu” kata Dara Juanti kepada Domang Nutup (Jubair
II). Pertemuan yang sangat mesra dan mengharukan tergoreslah dalam sejarah
kedua kakak beradik yang telah lama terpisah tanpa berita.
Pertemuan mesra dan bersejarah itu turut disaksikan oleh seorang pemuda Mojopahit, bernama Patih Logender. Ia pun sangat terpesona dengan paras Dara Juanti sang Gadis Dayak tersebut. Raut muka, kembar dengan perlakuan manis, telah mengoncang rasa ingin mengenal lebih jauh Dara Juanti. Rombongan Dara Juanti pun memperpanjang waktu, berfoya-foya, berpesta-pesta serta beramah tamah dengan penduduk Mojopahit. Gembira dengan lepasnya Domang Nutup (Jubair II) dari tawanan. Kesempatan yang agak lama, telah memberi peluang untuk menjalin cinta antara pemuda Mojopahit dengan Dewi Kalimantan Barat tersebut.
Kembalinya rombongan Dara Juanti terselip dua orang penting bagi Dara Juanti. Patih Logender bersama abangnya Domang Nutup (Jubair II) turut menuju Kalimantan Barat, untuk mensyahkan pernikahannya menurut adap Dayak. Pernikahan mudah disyahkan, dengan syarat, Patih Logender harus membawa dua belas perinduk (keluarga) sebagai bukti hantaran. Patih Logender telah mengusahakannya dan berhasil.
Kedua belas perinduk ini telah dipersembahkan sebagai harta hantaran. Mereka telah berdiam dikaki Gunung Kelam (Bukit Kelam-Sintang). Mereka telah berkembang biak, membentuk satu suku yang disebut Suku LEBANG NADO. Mereka membawa bibit-bibit tanaman seperti cabe,lada,dll. Keahlian menenunpun masih tetap dikerjakan hingga sekarang ini. Mereka pandai menenun kain seperti sumbu lampu, dijadikan pakaian kebaya tahan dipakai untuk bekerja tani. Patih Logender meninggalkan sebuah keris, yang disebut keris Mojopahit oleh penduduk lokal dan sekeping tanah disebut juga tanah Mojopahit. Sehelai kain cindai, disebut Gerising Wayang. Ukiran burung Garuda, tak beda dengan gambar burung Garuda lambang kebanggaan bangsa Indonesia. Semuanya masih tersimpan dan diurus oleh Direktorat Kebudayaan Kabupaten Sintang. Kecuali keris Mojopahit yang bertatah intan, telah diambil Jepang dijaman Jayanya di Indonesia.
Disamping kraton Sintang, terdapat sebuah batu, berbentuk bulat panjang. Satu lambang kesuburan disebut batu “KUNDUR”
Pertemuan mesra dan bersejarah itu turut disaksikan oleh seorang pemuda Mojopahit, bernama Patih Logender. Ia pun sangat terpesona dengan paras Dara Juanti sang Gadis Dayak tersebut. Raut muka, kembar dengan perlakuan manis, telah mengoncang rasa ingin mengenal lebih jauh Dara Juanti. Rombongan Dara Juanti pun memperpanjang waktu, berfoya-foya, berpesta-pesta serta beramah tamah dengan penduduk Mojopahit. Gembira dengan lepasnya Domang Nutup (Jubair II) dari tawanan. Kesempatan yang agak lama, telah memberi peluang untuk menjalin cinta antara pemuda Mojopahit dengan Dewi Kalimantan Barat tersebut.
Kembalinya rombongan Dara Juanti terselip dua orang penting bagi Dara Juanti. Patih Logender bersama abangnya Domang Nutup (Jubair II) turut menuju Kalimantan Barat, untuk mensyahkan pernikahannya menurut adap Dayak. Pernikahan mudah disyahkan, dengan syarat, Patih Logender harus membawa dua belas perinduk (keluarga) sebagai bukti hantaran. Patih Logender telah mengusahakannya dan berhasil.
Kedua belas perinduk ini telah dipersembahkan sebagai harta hantaran. Mereka telah berdiam dikaki Gunung Kelam (Bukit Kelam-Sintang). Mereka telah berkembang biak, membentuk satu suku yang disebut Suku LEBANG NADO. Mereka membawa bibit-bibit tanaman seperti cabe,lada,dll. Keahlian menenunpun masih tetap dikerjakan hingga sekarang ini. Mereka pandai menenun kain seperti sumbu lampu, dijadikan pakaian kebaya tahan dipakai untuk bekerja tani. Patih Logender meninggalkan sebuah keris, yang disebut keris Mojopahit oleh penduduk lokal dan sekeping tanah disebut juga tanah Mojopahit. Sehelai kain cindai, disebut Gerising Wayang. Ukiran burung Garuda, tak beda dengan gambar burung Garuda lambang kebanggaan bangsa Indonesia. Semuanya masih tersimpan dan diurus oleh Direktorat Kebudayaan Kabupaten Sintang. Kecuali keris Mojopahit yang bertatah intan, telah diambil Jepang dijaman Jayanya di Indonesia.
Disamping kraton Sintang, terdapat sebuah batu, berbentuk bulat panjang. Satu lambang kesuburan disebut batu “KUNDUR”
Legenda Sungai Landak
Dahulu
kala, hidup seorang petani bersama isterinya. Walaupun tidak kaya, mereka suka
menolong orang lain.
Suatu malam, petani sedang duduk di
tempat tidur. Di sampingnya, isterinya sudah terlelap. Tiba-tiba ia dikejutkan
oleh seekor kelabang putih yang muncul dari kepala isterinya. Kelabang putih
itu berjalan meninggalkan rumah petani. Petani itu mengikutinya hingga tiba di
sebuah kolam tak jauh dari rumah mereka. Kelabang itu lalu menghilang. Petani
lalu berjalan pulang. Isterinya masih pulas.
Esok paginya, isteri petani
menceritakan mimpinya semalam. “Aku sedang berjalan di padang rumput, dan ada
sebuah danau di sana. Aku melihat seekor landak raksasa di dalam danau itu. Ia
melotot kepadaku, maka aku lari.”
Petani itu lalu pergi lagi ke kolam.
Di dalamnya ia melihat suatu benda yang berkilau. Ia mengambilnya, ternyata
sebuah patung landak dari emas. Patung itu sangat indah, matanya dari berlian.
Petani membawanya pulang.
Malam harinya, petani didatangi
seekor landak raksasa dalam mimpinya. “Ijinkan aku tinggal di rumahmu. Sebagai
balasannya, aku akan memberikan apa saja yang kau minta.”
Landak itu mengajarkan untuk
mengusap kepala patung landak emas dan mengucapkan kalimat untuk meminta
sesuatu. Jika yang diminta sudah cukup, petani harus mengucapkan kalimat untuk
menghentikannya.
Petani menceritakan mimpinya kepada
isterinya. Mereka ingin membuktikan mimpi itu. Petani mengusap kepala patung
dan mengucapkan kalimat permintaan. Ia meminta beras. Seketika dari mulut
patung keluarlah beras! Beras itu terus mengalir keluar hingga banyak sekali.
Petani segera mengucapkan kalimat kedua dan beras berhenti keluar dari mulut
patung landak.
Mereka berdua kemudian meminta
berbagai benda yang mereka butuhkan. Mereka menjadi sangat kaya. Namun mereka
tetap tidak sombong dan makin gemar menolong. Banyak orang datang untuk meminta
tolong.
Seorang pencuri mengetahui rahasia
patung landak. Ia berpura-pura minta tolong dan mencuri patung itu. Pencuri
membawa patung itu pulang. Desanya sedang dilanda kekeringan. Pencuri
mengatakan kepada tetangga-tetangganya bahwa ia dapat mendatangkan air untuk
kampung mereka.
Pencuri memohon air
sambil mengusap kepala patung dan mengucapkan kalimat permintaan. Air keluar
dari mulut patung. Penduduk desa itu sangat senang. Tak lama kemudian, air yang
keluar sudah mencukupi kebutuhan penduduk desa, namun terus mengalir sehingga
terjadi banjir. Pencuri itu tidak tahu bagaimana menghentikan air yang keluar
dari patung. Penduduk desa lari menyelamatkan diri ke tempat yang lebih tinggi.
Pencuri juga ingin menyelamatkan diri, namun tidak bisa menggerakkan kakinya. Ia melihat seekor landak raksasa memegangi kakinya. Akhirnya ia tenggelam dalam air yang makin lama makin tinggi. Air itu kemudian membentuk sungai yang disebut sungai Landak.
Pencuri juga ingin menyelamatkan diri, namun tidak bisa menggerakkan kakinya. Ia melihat seekor landak raksasa memegangi kakinya. Akhirnya ia tenggelam dalam air yang makin lama makin tinggi. Air itu kemudian membentuk sungai yang disebut sungai Landak.
Kisah “Mak Kasum” dalam
Sejarah Bubur Padas
Pada zaman dahulu hiduplah seorang raja yang sangat kaya
memimpin sebuah kerajaan di Sambas. Raja tersebut memiliki banyak pengawal dan
pembantu di istana kerajaannya. Suatu hari, raja mengalami suatu kesakitan dan
harus terbaring di kamarnya. Nafsu makan sang raja dengan seketika menurun
bahkan menghilang. Semua penduduk istana sangat mengkhawatirkan kesehatan raja
karena tidak memiliki nafsu makan. Karena peristiwa itu, sang raja
memerintahkan seorang pembantu yang bertugas sebagai juru masak kerajaan untuk
membuat makanan untuk dirinya. Pembantu tersebut kemudian meracik beras dan
sayur-mayur untuk dijadikan makanan dan obat untuk raja. Selesai mengolah semua
bahan makanan, pembantu tersebut dengan segera menyerahkan hasil masakannya
kepada raja. Tak disangka, raja dengan lahap menyantap racikan makanan dari
sang pembantu. Selesai menghabiskan makanan, raja menyuruh pengawalnya untuk
memanggil pembatu yang telah berhasil membuatkan makanan yang sangat enak untuk
raja. Pembantu tersebut kemudian menghadap raja. “Ada apa gerangan raja
memanggil saya?” tanya pembantu tersebut. Raja kemudian menanyakan kepada
pembantu tersebut tentang sebuah daun yang dirasakan raja sangat khas dan enak
saat menyantap masakannya. “Daun apakah yang kau gunakan dalam masakan itu
sehingga masakan tersebut bisa mengembalikan nafsu makanku?” tanya raja. Hamba
menemukan tanaman tersebut di pekarangan istana ini, tetapi hamba tidak
mengetahui apa nama tanaman tersebut,” jawab pembantu. Kemudian, raja
menanyakan nama pembantunya tersebut. “Siapa namamu wahai pembantu?” tanya
raja. Nama hamba Kasum, biasa orang-orang memanggil hamba dengan Mak Kasum,”
jelas pembantu. Mendengar jawaban tersebut, sang raja kemudian memberi nama
daun khas tersebut dengan daun kasum sesuai dengan nama “Mak Kasum”— seorang
pembantu raja yang telah menggunakan daun ini sebagai bahan makanan untuknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar