Pena
Setiap huruf kususun
rapi
Mengukir sebuah kata
Dan menjadi kalimat
yang indah
Aku paham artinya hidup
Ada yang bertahan dan
ada pula yang berkorban
Seperti yang engkau
lakukan
Ini bukan tentang
persahabatan
Ini tentang kita
Yang tak saling
kenal,tetapi bersama
Kebahagiaan,kegembiraan,kebingungan
Dan sebagian luka,aku
tuangkan dalam secarik kertas
Dan menggunakan dirimu
untuk mengukirnya
Hidup memang terlalu
singkat
Kau berkorban,lalu aku
buang
Tetapi pena tak pernah
terganti
Ia akan datang dengan
wajah yang baru
Menemani lembaran
kertas menjadi sebuah karya
SAATKU MENUTUP MATA
Karya : Fahmi
Mohd
Saat ku menutup mata bunda...
Aku tak ingin mata itu melihat ku dengan penuh air.....
Saat ku menutup mata bunda...
Aku tak ingin hati itu seakan tergores.....
Saat ku menutup mata bunda...
Aku ingin bibir itu terseyum.....
Aku tidak ingin engkau terluka.....
Bunda...
Mungkin ini adalah lihatan yang sangat bagimu.......
Tapi aku tak ingin melihat dengan seakan tak sanggub melepaskanku....
Bunda....
Aku hanya ingin engkau merelakan ku.....
Dan mengantar kan aku pulang ke rumah ku dengan senyum mu...
Saat ku menutup mata bunda....
Aku ingin kau tau bahwa ku...
Menyayangimu....
Bahwa ku ...
Mencintai mu....
Aku bahagia bisa jadi anak mu....
Aku tak ingin mata itu melihat ku dengan penuh air.....
Saat ku menutup mata bunda...
Aku tak ingin hati itu seakan tergores.....
Saat ku menutup mata bunda...
Aku ingin bibir itu terseyum.....
Aku tidak ingin engkau terluka.....
Bunda...
Mungkin ini adalah lihatan yang sangat bagimu.......
Tapi aku tak ingin melihat dengan seakan tak sanggub melepaskanku....
Bunda....
Aku hanya ingin engkau merelakan ku.....
Dan mengantar kan aku pulang ke rumah ku dengan senyum mu...
Saat ku menutup mata bunda....
Aku ingin kau tau bahwa ku...
Menyayangimu....
Bahwa ku ...
Mencintai mu....
Aku bahagia bisa jadi anak mu....
Dari Hati untuk Pahlawan Hidupku
Karya : Ibnu
Abhi
Tak semerdu nyanyian lembut seorang ibu
Kau membingkaiku dengan nada nada ketulusan
Yang mengantarkan hatiku. . .
Menuju lembah tinggi. .
Bernama kedamaian
Meski sentuhanmu tak selembut belaian suci seorang ibu
Namun dengan dekapanmu. . .
Ku terhangatkan dengan kasihmu
Ku terlenakan
Dengan cintamu
Tangisku berderai
Kala ku ingat ucapan indahmu menimangku
Kala ku sentuh tubuh letihmu menjagaku
Seperti karang menjaga debu pasir
Kau jaga aku. . .
Kau lindungiku
Dari kotoran raga dan jiwa yang kan basahiku. .
Kau rela di terpa deburan buih
Yang berlalu
Demi aku
Demi anakmu. . .
Seakan tak pernah lelah
Kau hapuskan tetes air mataku
Seakan tak pernah bosan
Kau redamkan aku dari tangisan
Ku urai hati ini
Untukmu
Untuk segalanya yang tlah kau labuhkan pada dermaga hidupku Hanya sebentuk puisi
Dari ketulusan hati
Untukmu bapakku
Terima kasih. . . .
APA KABAR PENDIDIKAN NEGERIKU
Karya Dian Hartati
Sampai kini
saya tidak tahu
Apakah titel
sarjana nan dibangga-banggakan ayahku dulu
Dapat
menyambung lambungku, istriku dan anak-anakku
Tujuh Belas
tahun sudah segudang uang di lumbung keringat ayah-ibuku
Kuhabiskan
di meja pendidikan
Namun saya
tetap tidak mampu memberi anak-anakku sesuap makan
Tujuh belas
tahun sudah kuhabiskan waktuku di ruang gerah sekolah dan kuliah
Namun tidak
memberiku otak brilian dan keterampilan nan sepadan
Aku hanya
terampil menyontek garapan temanku
Aku hanya
terampil membajak dan menjiplak karya negeri orang
Aku terampil
mencuri ide-ide bukannya mencipta
Apa kabar
pendidikan negeriku
Adakah kini
kau sudah berbenah
Sehingga
anak cucuku akan bisa merasai sekolah nan indah
Dan masa
depan nan cerah?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar